SEJARAH EKONOMI INDONESIA
SEJARAH
EKONOMI INDONESIA
A.
Pendahuluan.
Pola
dan proses dinamika pembangunan ekonomi dipengaruhi oleh:
a) Faktor
Internal: kondisi
fisik (iklim), lokasi geografis, jumlah dan kualitas sumber daya alam, sumber
daya manusia, kondisi awal ekonomi, sosial dan budaya, system politik, dan
peran pemerintah dalam pembangunan
b) Faktor
eksternal:
perkembangan teknologi, kondisi perekonomian dan politik dunia, dan keamanan
global
Mengapa
Malaysia, Hongkong, India dan Singapora yang dijajah oleh Inggris mengalami
pembangunan yang lebih maju di bandingkan dengan Indonesia yang dijajah oleh
Belanda?. Keberhasilan pembangunan ekonomi tidak ditentukan oleh siapa
penjajahnya, tapi ditentukan oleh:
a) Orientasi politik
b) Sistem ekonomi
c) Kebijakan pemerintah dalam pembangunan
ekonomi setelah pemerintahan penjajah
B.
Sejarah Ekonomi Indonesia.
|
|
Tabel
1. Saldo APBN
Tahun
|
Pendapatan
|
Pengeluaran
|
Saldo
|
1955
|
14
|
16
|
-2
|
1956
|
18
|
21
|
-3
|
1957
|
21
|
26
|
-5
|
1958
|
23
|
35
|
-12
|
1959
|
30
|
44
|
-14
|
1960
|
50
|
58
|
-8
|
1961
|
62
|
88
|
-26
|
1962
|
75
|
122
|
-47
|
1963
|
162
|
330
|
-168
|
1964
|
283
|
681
|
-398
|
1965
|
923
|
2.526
|
-1603
|
Tabel
2. Perkembangan Inflasi dan Jumlah Uang Beredar.
Tahun
|
Indeks Harga (1954=100)
|
Pengeluaran
|
1955
|
135
|
12,20
|
1956
|
133
|
13,40
|
1957
|
206
|
18,90
|
1958
|
243
|
29,40
|
1959
|
275
|
34,90
|
1960
|
330
|
47,90
|
1961
|
644
|
67,60
|
1962
|
1.648
|
135,90
|
1963
|
3.770
|
263,40
|
1964
|
8.870
|
675,10
|
1965
|
61.400
|
2.582,0
|
1966
|
152.200
|
5.593,4
|
Dumairy
(1996) menggambarkan kondisi perekonomian Indonesia:
a) Periode 1945 – 1950.
b) Periode demokrasi parlementer/liberal
(1950 – 1959)
Banyak partai politik
Sektor formal: pertambangan,
pertanian, distribusi, bank, dan transportasi yang padat modal dan dikuasai
oleh asing serta berorientasi ekspor memberikan kontribusi yang lebih besar
terhadap PDB
8 kali perubahan kabinet:
ü Kabinet Hatta dengan kebijakan
Reformasi moneter via devaluasi mata uang local (Gulden) dan pemotongan uang
sebesar 50% atas uang kertas yang beredar yang dikeluarkan oleh De Javasche
Bank dengan nilai nominal > 2,50 Gulden Indonesia.
ü Kabinet Natsir dengan kebijakan
perumusan perencanaan pembangunan ekonomi yang disebut dengan Rencana Urgensi
Perekonomian (RUP)
ü Kabinet Sukiman dengan kebijakan
nasionalisasi oleh De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia dan penghapusan
system kurs berganda
ü Kabinet Wilopo dengan kebijakan anggaran
berimbang dalam APBN, memperketat impor, merasionalisasi angkatan bersenjata
dengan modernisasi dan pengurangan jumlah personil, serta pengiritan
pengeluaran pemerintah
ü Kabinet Ali I dengan kebijakan
pembatasan impor dan kebijakan uang ketat
ü Kabinet Burhanudin dengan kebijakan
liberalisasi impor, kebijakan uang ketat untuk menekan jumlah uang yang
beredar, dan penyempurnaan program benteng (bagian dari program RUP yakni
program diskriminasi rasial untuk mengurangi dominasi ekonomi), memperkenankan investasi asing masuk ke
Indonesia, membantu pengusaha pribumi, serta menghapus persetujuan meja bundar
(menghilangkan dominasi belanda perekonomian nasional.
ü Kabinet Ali II dengan kebijakan
rencana pembangunan lima tahun 1956 - 1960
ü Kebinet Djuanda dengan kebijakan
stabilitas politik dan nasionalisasi perusahaan belanda.
c) Periode demokrasi terpimpin (1959 –
1965)
Dilakukan nasionalisasi
terhadap perusahaan-perusahaan belanda.
Lebih cenderung kepada
pemikiran sosialis komunis
Politik tidak stabil
sampai pada puncaknya pada September 1965
2.
Pemerintahan Orde Baru
Sejak
Maret 1966.
Pemerintah
mengarahkan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan
ekonomi dan sosial.
Pemerintah
meninggalkan idiologi komunis dan menjalin hubungan dengan Negara barat dan
menjadi anggota PBB, IMF, dan Bank Dunia.
Kondisi
perekonomian Indonesia:
(a)
ketidakmampuan membayar hutang LN US $32 Milyar
(b)
Penerimaan ekspor hanya setengah dari pengeluaran untuk impor
(c)
Pengendalian anggaran belanja dan pemungutan pajak yang tidak berdaya
(d)
Inflasi 30 – 50 persen per bulan
(e)
Kondisi prasarana perekonomian yang bururk
(f)
Kapasitas produktif sektor industri dan ekspor menurun
Prioritas
kebijakan ekonomi:
(a)
Memerangi hiperinflasi
(b)
Mencukupkan persediaan pangan (beras)
(c)
merehabilitasi prasaran perekonomian
(d)
Peningkatan ekspor
(e)
Penyediaan lapangan kerja
(f)
Mengundang investor asing
Program ekonomi orde baru
mencakup:
(a)Jangka pendek
· Juli – Desember 1966 untuk program pemulihan
· Januari
– Juni 1967 untuk tahap rehabilitasi
· Juli – Desember 1967 untuk tahap konsolidasi
· Januari
– Juni 1968 untuk tahap stabilisasi
(b)Jangka panjang yang berupa
Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA) mulai April tahun 1969.
Dalam rangka mendukung kebijakan
jangka pendek, pemerintah:
(a) Memperkenalkan kebijakan
anggaran berimbang (balanced budget policy)
(b) Pembentukan IGGI
(c) Melakukan reformasi
terhadap sistem perbankan
· UU tahun 1967 tentang Perbankan
· UU tahun 1968 tentang Bank Sentral
· Uu tahun 1968 tentang Bank Asing
(d) Menjadi anggota kembali
IMF
(e) Pemberian peran yang
lebih besar kepada bank bank dan lembaga keuangan lain sebagai ’”agen
pembangunan”. Dengan memobilisasi tabungan masyarakat untuk mendukung
pertumbuhan ekonomi dan memainkan peranan penting untuk pembangunan pasar uang
dan pasar modal.
Mulai 1 April 1969, Program pembangunan jangka panjang terdiri
dari tahapan-tahapan REPELITA dengan sasaran:
(a) stabilitas perekonomian
(b) pertumbuhan ekonomi
(c) pemerataan hasil
pembangunan
REPELITA I è 1969 – 1974 dengan sasaran: (a) stabilitas perekonomian;
(b) pertumbuhan ekonomi; dan (c) pemerataan hasil pembangunan
REPELITA II è 1974 – 1979 dengan sasaran: (a) pertumbuhan ekonomi; (b)
pemerataan hasil pembangunan; dan (c) stabilitas perekonomian
REPELITA III è 1979 – 1984,
REPELITA IV è
1984 – 1989, REPELITA V è
1989 – 1994, REPELITA VI è
1994 – 1999 dengan sasaran: (a) pemerataan hasil pembangunan; (b) pertumbuhan
ekonomi dan (c) stabilitas perekonomian
Prestasi Ekonomi dan Kondisi
Ekonomi Per REPELITA.
REPELITA I dan II
Prestasi:
·
Pertumbuhan ekonomi 6 persen per tahun
·
Investasi meningkat dari 11 persen menjadi 24 persen dari
PDB selama 10 tahun
·
Kontribusi tabungan meningkat dari 23 persen menjadi 55
persen
·
Sumber penghasilan utama devisa adalah ekspor minyak bumi
kurang lebih 2/3 dari total penerimaan
·
Inflasi rata-rata 17 persen
·
Porsi pelunasan hutang 9,3 persen dan 11,8 persen dari
pengeluaran
Kondisi:
·
Boom minyak tahun 1973 dan 1978
Kibijakan:
·
Devaluasi rupiah dari Rp 415 menjadi Rp 625/$
REPELITA III
Prestasi:
·
Ekspor neto migas turun 38 persen
·
Ekspor nonmigas turun 30 persen
·
Impor nonmigas meningkat
·
Neraca
berjalan (current account) dari suprlus US $2.7 milyar menjadi difisit US $6.7
milyar
·
PDB
tumbuh hanya 2,24 persen
·
Laju
inflasi rata-rata 9 persen
·
Porsi pelunasan hutang 17,3 persen dari pengeluaran
Kondisi:
·
Boom minyak tahun 1982/1983
·
Kemelut minyak dan resesi dinegara industri menyebabkan
OPEC memotong harga dan produksi minyak
·
Devaluasi 28 persen tahun 1983
Kibijakan:
·
Penghematan anggaran belanja
·
Penambahan pinjaman luar negeri
·
Penggalakan ekspor nonmigas
·
Pembatasan impor barang mewah
·
Pengurangan perjalanan ke luar negeri
·
Penggalakan penggunaan barang dalam negeri
·
Penjadualan ulang dan pembatalan 50 persen proyek
sektor publik
·
Gaji pegawai negeri tidak dinaikkan
·
Penaikan harga bahan bakar minyak tahun 1984 dengan
mengurangi subsidi
·
Pengurangan subsidi atas pupuk, pesticida, dan pangan
·
Pembaharuan UU perpajakan tahun 1984
·
Deregulasi parcial sistem perbankan dengan menyerahkan penentuan
tingkat bunga kepada masing-masing bank peniadaan sistem pagu kredit
REPELITA IV
Prestasi:
·
Pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,32 persen
·
Beban hutang luar negeri menjadi membesar
·
Penghematan anggaran dan pengawasan serta penertiban
penggunaan anggaran
·
Perkembangan pasar modal dan sektor perbankan yang luar
biasa
·
Laju
inflasi rata-rata 9 persen
·
Porsi pelunasan hutang 41,2 persen dari pengeluaran
Kondisi:
·
Harga minyak turun menjadi US $10
Kibijakan:
·
Deregulasi dan debirokratisasi untuk mengurangi cambur
tangan pemerintah untuk memberikan kesempatan pihak swasta dan investor asing
dalam pembangunan
·
Devaluasi untuk meningkatkan ekspor non migas
REPELITA V
Prestasi:
·
Pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,7 persen
·
Ekspor komoditas non migas meningkat
·
Porsi pelunasan hutang 44,6 persen dari pengeluaran
Kondisi:
·
Harga minyak turun menjadi US $10
Kibijakan:
·
Deregulasi dan debirokratisasi terus dilakukan untuk
menekan ekonomi biaya tinggi dan meningkatkan efisiensi nasional
REPELITA VI
Kibijakan:
·
Pemberian paket-paket deregulasi dalam bentuk penyusunan
dan perbaikan undang-undang yakni UU No. 25 tahun 1990 tentang koperasi, UU No.
7 tahun 1992 tentang Perbankan, dan UU No. 9-12 tentang perpajakan
Prinsip Anggaran Berimbang
Dinamis.
Berimbang yakni pengeluaran
rutin dan pembangunan selalu sama dengan seluruh penerimaan negara
Dinamis yakni jika penerimaan
> pengeluaran, maka pengeluaran dapat ditingkatkan. Jika penerimaan <
pengeluaran, maka harus dilakukan penyesuaian pengeluaran.
Era Pembangunan Jangka Panjang
II dan Globalisasi dalam kurun waktu
1994 – 2019.
Era globalisasi tahun 2020
Berdasarkan putaran Uruguay,
segala bentuk proteksi perdagangan baik barang maupun jasa harus dihapuskan
Target REPELITA VI tingkat
rata-rata pertumbuhan per tahun:
·
Pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan 6,2 persen
·
Sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan 3,5 persen
·
Sektor industri 9 persen
·
Sektor manufaktur diluar migas 10 persen
·
Sektor jasa 6,5 persen
·
Inflasi rata-rata 5 persen
·
Ekspor nonmigas 16,5 persen
·
Ekspor manufaktur 17,5 persen
·
Debt Service Ratio 20 persen
·
PDB Rp 2,150 trilliun
·
Nilai Investasi Rp
660,1 trilliun atau 30,7 % dari PDB
·
Dana dalam negeri : (a)
Pemerintah (25,5 %) Rp 169,4 trilliun
(b) Swasta (69 %) Rp
454,1 trilliun
·
Dana luar negeri (5,5 %) Rp
36,6 trilliun
Era PJPT II, BAPPENAS telah
mensimulasikan 2 skenario terhadap pertumbuhan ekonomi;
(a) Skenario pertama
(Optimis) menyatakan REPELITA VI sampai X, pertumbuhan ekonomi rata-rata
mencapai 7,9 persen per tahun, penekanan pertumbuhan penduduk dari 1,6 % akhir
REPELITA VI menjadi 0,9 % akhir REPELITA X, pengangguran REPELITA VI 2,2 % dan
akhir REPELITA X 0,5 %, dan akhir REPELITA X pendapatan perkapita Indonesia US
$3,000.
(b) Skenario kedua (Pesimis)
menyatakan REPELITA VI sampai X, pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 6,8
persen per tahun, penekanan pertumbuhan penduduk dari 1,6 % akhir REPELITA VI
menjadi 0,9 % akhir REPELITA X, pengangguran REPELITA VI 2,6 % dan akhir
REPELITA X 4 %, dan akhir REPELITA X pendapatan perkapita Indonesia US $2,330
Kondisi
utama yang harus dipenuhi untuk pembangunan ekonomi yang baik:
a) Kemauan politik yang kuat
b) Stabilitas ekonomi dan politik
c) SDM yang lebih baik
d) Sistem politik dan ekonomi yang
terbuka yang beroorientasi ke barat
e) Kondisi ekonomi dan politik dunia yang
lebih baik
3.
Pemerintahan Transisi (Habibie)
a) Tanggal 14 dan 15 Mei 1997, kurs bath
terhadap US$ mengalami penurunan (depresiasi) sebagai akibat dari keputusan
jual dari para investor yang tidak percaya lagi thd prospek ekonomi Thailand
dalam jk pdk.
Pemerintah Thailand mengintervensi dan
didukung oleh bank sentral singapora, tapi tidak mampu menstabilkan kurs Bath,
sehingga bank sentral Thailand mengumumkan kurs bath diserahkan pada mekanisme
pasar.
2 Juli 1997, penurunan nilai kurs bath
terhadap US$ antara 15% - 20%
b) Bulan Juli 1997, krisis melanda
Indonesia (kurs dari Rp 2.500 menjadi Rp 2.650.) BI mengintervensi, namun tidak
mampu sampai bulan maret 1998 kurs melemah sampai Rp 10.550 dan bahkan menembus
angka Rp 11.000/US$.
Langkah
konkrit untuk mengatasi krisis:
a) Penundaan proyek Rp 39 trilyun untuk
mengimbangi keterbatasan anggaran Negara
b) BI melakukan intervensi ke bursa valas
c) Meminta bantuan IMF dengan memperoleh
paket bantuan keuangan US$ 23 Milyar pada bulan Nopember 1997.
d) Mencabut ijin usaha 16 bank swasta
yang tidak sehat
Januari
1998 pemerintah Indonesia menandatangani nota kesepakatan (LOI) dengan IMF yang
mencakup 50 butir kebijakan yang mencakup:
a) Kebijakan ekonomi makro (fiscal dan
moneter) mencakup: penggunaan prinsip anggaran berimbang; pengurangan
pengeluaran pemerintah seperti pengurangan subsidi BBM dan listrik; pembatalan
proyek besar; dan peningkatan pendapatan pemerintah dengan mencabut semua
fasilitas perpajakan, penangguhan PPN, pengenaan pajak tambahan terhadap
bensin, memperbaiki audit PPN, dan memperbanyak obyek pajak.
b) Restrukturisasi sektor keuangan
c) Reformasi struktural
Bantuan
gagal diberikan, karena pemerintah Indonesia tidak melaksanakan kesepakatan
dengan IMF yang telah ditandatangani.
Indonesia
tidak mempunyai pilihan kecuali harus bekerja sama dengan IMF. Kesepakatan baru
dicapai bulan April 1998 dengan nama “Memorandum Tambahan mengenai Kebijaksanaan
Ekonomi Keuangan” yang merupakan kelanjutan, pelengkapan dan modifikasi 50
butir kesepakatan. Tambahan dalam
kesepakatan baru ini mencakup:
a) Program stabilisasi perbankan untuk
stabilisasi pasar uang dan mencegah hiperinflasi
b) Restrukturisasi perbankan untuk
penyehatan system perbankan nasional
c) Reformasi structural
d) Penyelesaian utang luar negeri dari
pihak swasta
e) Bantuan untuk masyarakat ekonomi
lemah.
4.
Pemerintahan Reformasi (Abdurrahman Wahid)
Mulai
pertengahan tahun 1999.
Target:
a) Memulihkan perekonomian nasional
sesuai dengan harapan masyarakat dan investor
b) Menuntaskan masalah KKN
c) Menegakkan supremasi hukum
d) Penegakkan hak asasi manusia
e) Pengurangan peranan ABRI dalam politik
f) Memperkuat NKRI (Penyelesaian
disintegrasi bangsa)
Kondisi:
a) Pada tahun 1999 pertumbuhan ekonomi
positif (mendekati 0)
b) Tahun 2000 pertumbuhan ekonomi 5%
c) Kondisi moneter stabil ( inflasi dan
suku bunga rendah)
d) Tahun 2001, pelaku bisnis dan
masyarakat kurang percaya kepada pemerintahan sebagai akibat dari pernyataan
presiden yang controversial, KKN, dictator, dan perseteruan dengan DPR
e) Bulan maret 2000, cadangan devisa
menurun dari US$ 29 milyar menjadi US$ 28,875 milyar
f) Hubungan dengan IMF menjadi tidak baik
sebagai akibat dari: penundaan pelaksanaan amandemen UU No. 23 tahun 1999
mengenai Bank Indonesia; penerapan otonomi daerah (terutama kebebasan untuk
hutang pemerintah daerah dari LN); dan revisi APBN 2001.
g) Tahun 2001, pertumbuhan ekonomi
cenderung negative, IHSG merosot lebih dari 300 poin, dan nilai tukar rupiah
melemah dari Rp 7000 menjadi Rp 10.000 per US$.
5.
Pemerintahan Gotong Royong (Megawati S)
Mulai
pertangahan 2001 dengan kondisi:
a) SBI 17%
b) Bunga deposito 18%
c) Inflasi periode Juli – Juli 2001 13,5%
dengan asumsi inflasi 9,4% setelah dilakukan revisi APBN
d) Pertumbuhan PDB 2002 sebesar 3,66%
dibawah target 4% sebagai akibat dari kurang berkembangnya investasi swasta
(PMDN dan PMA)., ketidakstabilan politik, dan belum ada kepastian hokum.
Data
Ekonomi Makro.
No.
|
Indikator
|
1998
|
1999
|
2000
|
2001
|
2002
|
1.
|
Pertumbuhan PDB (%)
|
-13,1
|
0,8
|
4,9
|
3,3
|
3,7
|
|
Ekspor (US$ Milyar):
·
Migas
·
Non
migas
|
48,8
7,9
41
|
48,7
9,8
38,9
|
62,1
14,4
47,8
|
56,3
12,6
43,7
|
42,5
8,7
33,8
|
2.
|
Impor (US$ Milyar):
·
Migas
·
Non
migas
|
27,3
2,7
24,7
|
24
3,7
20,3
|
33,5
6
27,5
|
31
5,5
25,5
|
22,3
4,6
17,7
|
3.
|
Neraca perdagangan
(US$ milyar)
·
Migas
·
Non
migas
|
21,5
5,2
16,3
|
24,7
6,1
18,6
|
28,6
8,3
20,3
|
25,4
5
20,2
|
20,2
|
4.
|
Kurs tengah
|
8.025
|
7.100
|
9.595
|
10.400
|
9.223
|
5.
|
Inflasi (%)
|
77,6
|
101,8
|
9,35
|
12,55
|
6,74
|
6.
|
Uang beredar (Rp
trilyun):
·
Uang
primer
·
M1
·
M2
·
Dana
perbankan
|
751
101,2
577,4
573,5
|
101,8
124,6
646,2
625,6
|
125,6
162,2
747
720,4
|
127,8
177,7
844,1
809,1
|
118,9
176
856,8
815,4
|
7.
|
Kredit perbankan (US$
trilyun)
|
487,4
|
225,1
|
269
|
307,6
|
331,4
|
8.
|
Suku bunga SBI 1 bulan
(%)
|
35,52
|
11,93
|
14,53
|
17,62
|
13,10
|
9.
|
IHSG Bursa Efek
Jakarta
|
398,04
|
676,92
|
416,3
|
392
|
369
|
PDB
Per sector atas harga konstan (Milyar)
Sektor
|
2001
|
2002
|
||
Tw1
|
Tw2
|
Tw3
|
||
Pertambangan
dan penggalian
|
38.483,3
|
9.715,1
|
9.460,4
|
Na
|
Pertanian
|
66.503,8
|
17.437,9
|
17.721,0
|
4,01%
|
Industri
pengolahan
|
109.641,3
|
27.603,7
|
27.730,1
|
3,22%
|
Perdagangan,
hotel dan restoran
|
66.691,8
|
16.992,1
|
17.124,7
|
2,93%
|
Jasa
|
38.749,9
|
9.685,4
|
9.708,4
|
0,51%
|
Pengankutan
dan komunikasi
|
31.483,0
|
8.260,2
|
8.330,5
|
7,83%
|
Keuangan,
penyewaan dan jasa perusahaan
|
28.201,1
|
7.175,7
|
7.217,9
|
5,55%
|
Bangunan
|
24.168,0
|
6.086,8
|
6.146,3
|
2,98%
|
Listrik,
gas dan air bersih
|
7.210,0
|
1.827,1
|
1.886,5
|
6,17%
|
|
411.132,1
|
104.783,8
|
105.325,8
|
3,92%
|
Tw1
ke Tw2, sector pertambangan dan penggalian tumbuh negative.
Realisasi
Pertumbuhan PDB Rii Tahun 2001 dan Perkiraan Tahun 2002 dan 2003
Negara
|
Pertumbuhan (%)
|
||
2001
|
2002
|
2003
|
|
China
|
7,3
|
7,5
|
7,2
|
Hongkong
|
0,2
|
1,5
|
3,4
|
Korea
Selattan
|
3
|
6,3
|
5,9
|
Taiwan
|
-1,9
|
3,3
|
4
|
Singapura
|
-2
|
3,6
|
4,2
|
Indonesia
|
3,3
|
3,7
|
4,5
|
Filipina
|
3,2
|
4
|
3,8
|
Thailand
|
1,8
|
3,5
|
3,5
|
Malaysia
|
0,5
|
3,5
|
5,3
|
Vietnam
|
5
|
5,3
|
6,5
|
sumber klik disini
0 komentar: